Analisis Unsur Intrinsik Cerpen "The Tale Tell Heart" Karya Edgar Allan Poe


Nama                           : Lucky Lusiana
NIM                            : 1730911001
Program Studi             : Sastra Inggris
Semester                      : Lima
Universitas Muhammadiyah Sukabumi

Cerpen The Tell Tale Heart ini adalah salah satu karya dari Edgar Allan Poe yang diterbitkan pada tahun 1843. Cerita pada cerpen ini adalah misterius karena di dalam cerpen ini diceritakan tentang pembunuhan.
1. Alur/Plot

      A.    Jenis Alur/Plot
Alur pada cerpen ini adalah jenis alur maju, karena narrator menceritakan kejadian-kejadian yang akan terjadi.

      B.     Struktur Alur
Struktur alur dibagi lagi menjadi tiga bagian, yaitu ada awlan, tengahan dan akhiran. Struktur alur yang terdapat pada cerita ini adalah sebagai berikut:

1. Awal

a.       Paparan
Cerita ini menceritakan tentang narrator yang tidak disebutkan namanya dalam cerita yang mempunyai penyakit yang membuat semua panca inderanya sensitif, terutama pada pendengarannya. Jadi penyakitnya itu seperti halusinasi suara seakan-akan dia bisa mendengar suara dari mulai suara yang rendah, sehingga lingkungan sekitarnya pun menganggap bahwa dia gila. Lalu di dalam cerita ini juga disebutkan ada “orang tua” yang belum diketahui statusnya, apakah sebagai ayah narator atau bukan. Dia “narator” sangat membenci orang tua itu karena dia tidak suka dengan matanya yang sipit tetapi orang tua itu tidak pernah membuatnya sakit hati atau menyinggungnya tetapi entah kenapa narator itu sangat membenci orang tua itu.

b.     Rangsangan
Semakin lama dia merasa semakin risih karena teman-temannya di lingkungan kerjanya beranggapan bahwa dirinya gila. Lalu dia mempunyai ide yang buruk yaitu dia akan membunuh orang tua yang dia benci dan dia tidak bisa menolak ide gila nya itu.

c.       Gawatan
Selama tujuh hari dia sering menyelinap ke kamar orang tua bermata sipit dan biru pucat itu pada pukul 12 malam dan pada malam ke delapan, saat dia memutarkan akan lentera tuasnya, tangannya meleset sehingga membuat orang tua itu terbangun. Lalu dia langsung masuk ke dalam ruangan dan menyeret orang tua itu ke lantai dan mengangkat kasurnya yang berat ke lantai dan membekap tubuh orang tua itu dengan kasur. Setelah beberapa menit kejadian itu, dia memastikan bahwa orang tua itu sudah mati, kemudian setelah memastikan semuanya sudah selesai dia tersenyum riang karena telah menyelesaikan misinya.

2. Tengah

a.       Tikaian
Setelah pembunuhannya selesai, semakin malam ide dia semakin menggila, dia memisahkan semua anggota tubuh orang tua itu, dia mulai memotong kepala, lengan dan kakinya. Kemudian dia mengangkat tiga papan yang merupakan lantai  pada ruangan itu lalu menyembunyikan semua bagian tubuhnya dibawah lantai.

 b.      Rumitan
Setelah semua perbuatan kejinya selesai, datanglah tiga orang polisi untuk mengetahui apa yang telah terjadi di apartment itu, karena salah satu tetangganya ada yang mendengar suara jeritan di kala malam itu dan langsung menghubungi polisi. Polisi pun mulai memeriksa dengan teliti semua ruangan termasuk kamar  orang tua itu dan ternyata tidak ada apa-apa. Dia berhasil meyakinkan para polisi    itu dengan perilakunya.

c.       Klimaks
Dia ngobrol dengan para polisi itu dengan santai, tetapi tidak lama dari itu dia mulai gelisah dan mukanya menjadi pucat karena dia mendengar suara jantung orang tua yang telah dia bunuh dan itu hanyalah halusinasi suara karena dia mulai ketakutan dan dia berharap para polisi itu segera meninggalkan tempatnya. Dia semakin gelisah karena terus mendengar suara degup jantung itu. Para polisi mulai curiga dan dia sangat semakin gelisah.

3.  Akhir

a.       Lereian
Dia tidak kuat lagi dengan kegelisahannya dan akhirnya dia mengakui perbuatannya kepada polisi  

b.      Selesaian
Dia mempunyai penyakit aneh yang membuat semua orang beranggapan bahwa dia gila. Dia merasa sangat risih dengan anggapan semua orang terhadapnya, sehingga suatu ketika ada orang tua yang mempunyai mata biru pucat yang membuat dia sangat membencinya, entah dari mana ide itu muncul dan dia tidak bisa menolak ide nya itu dan akhirnya dia memutuskan untuk membunuh orang   tua bermata biru pucat itu.

2. Konflik

A. Manusia dengan  Manusia

(Orang tua vs narator)


    1.  Jadi selama tujuh hari disetiap pukul 12 malam narator sering menyelinap ke kamar orang tua itu sehingga pada malam ke delapan narator sedikit terkekeh sehingga orang tua itu bergerak di atas ranjangnya. Saat narator mencoba menyalakan lenteranya, tangannya terpeleset dituasnya sehingga membuat orang tua itu terangun sambil berteriak “siapa di sana?” lalu narator pun berdiri bak patung.

2.  Saat tengah malam, rasa kecemasan narator terhadap orang tua yang terbangun itu telah habis “waktu orang tua itu telah habis!” dengan teriakan kerasnya dia memutar penuh tuas lenteranya dan melompat ke dalam ruangan dan orang tua itu menjerit tertahan, orang tua itu langsung diseret ke lantai dan narator mengangkat kasurnya yang berat dan membekap tubuh orang tua itu dan tidak lama orang tua itu mati. Tetapi narator masih memastikan apakah orang tua itu sudah benar-benar mati atau belum.

3.   Ketika malam semakin larut, perbuatan narator semakin menjadi. Narator dengan cepat tetapi tetap diam-diam memisahkan anggota tubuh orang tua itu, narator mulai memotong kepala, lengan dan kakinya. Setelah itu dia mengangkat tiga papan yang merupakan lantai kamar lalu menyembunyikan semua potongan tubuhnya diantara tiang penyangga di bawah dan yang terakhir narator menutup kembali papan itu.

(Tetangga vs narator)

4. Pada saat malam hari, tepatnya pada saat kejadian pembunuhan itu terjadi, seorang tetangga mendengar suara jeritan yang lumayan keras sehingga tetangga itu menelpon polisi untuk menyelidikinya. Lalu narator pun menjawab dengan santai bahwa seuara semalam itu adalah suara dia mengigau dan orang tua itu sedang tidak ada di rumah.

(Polisi vs narator)

5. Narator mengajak para polisi untuk berkeliling apartment termasuk kamar dimana kejadian itu terjadi untuk menggeledah dengan teliti. Polisi memastikan bahwa memang benar tidak ada kejadian apapun di sini. Akhirnya narator pun berhasil meyakinkan para polisi itu dengan perilakunya yang santai dan tidak merasa berdosa.

B. Manusia dengan Dirinya Sendiri

1.   Narator masih tidak tahu pasti sejak kapan ide itu muncul dalam benaknya dan langsung tertanam begitu saja di dalam otaknya. Narator selalu merasa ada yang menghantuinya sepanjang siang dan malam sehingga narator tidak dapat menolak untuk melakukannya.

2.    Setelah para polisi selesai menggeledah dan ternyata tidak ada apa-apa, lalu narator pun mengajak ngobrol polisi dengan santai. Tidak lama kemudian narator merasa kepalanya sakit dan terdengar dengingan di telinganya yang narator rasa bahwa suara itu adalah suara degup jantung orang tua yang sudah dibunuhnya. Narator merasa kepalanya sakit dan wajahnya pun menjadi pucat berharap para polisi itu segera pergi dari tempatnya. Narator berjalan bolak-balik dengan langkah yang berat di tempatnya seakan ingin marah kepada pandangan para polisi itu dan sura itu semakin nyaring di dengarnya. Narator mulai meracau dan mengumpat karena suara itu semakin lama semakin nayring.

      C. Manusia dengan Lingkungan

      Semua orang di lingkungan pekerjaannya menganggap narator gila karena penyakit aneh nya itu yang dapat mendengar suara dari mulai suara paling rendah dan narator pun merasa risih dengan anggapan orang-orang.


    3.Tokoh
   Dalam cerpen ini terdapat beberapa tokoh yang masing-masing memiliki sifat dan karakteristik yang berdeda.

A.Penokohan

1. Narator

a.       Aspek Fisik: narator memiliki penyakit halusinasi suara.
b.  Aspek Psikolog: watak tokoh narator disini itu baik tapi karena pengaruh lingkungan jugayang mempunyai anggapan bahwa narator itu gila jadi akhrinya narator mempunyai sifat pendendam.
c.     Aspek Sosial : tidak dijelaskan aspek sosialnya seperti apa karena penulis hanya menceritakan lingkungan kerja nya saja tetapi tidak ada kejelasan tentang pekerjaan tersebut.

    2. Orang tua
a.       Aspek Fisik : tokoh orang tua disini memiliki ciri-ciri mata berwarna biru pucat.
b.      Aspek Psikologi : watak tokoh orang tua disini adalah baik karena dia tidak pernah menyakiti atau   menyinggung narator tentang penyakitnya.
c.       Aspek Sosial : tidak dijelaskan.


    B. Klasifikasi Tokoh

    1.Dilihat dari proporsi sifatnya 
    a. Flat Character : Polisi, Orang tua
    b. Round Character : Narator

   2. Dilihat dari perkembangan wataknya 
    a. Static Character : -
    b. Developing Character : Narator

   3. Dilihat dari fungsinya
    a. Tokoh Sentral :
        - Tokoh utama Protagonis : Narator
        - Tokoh Lawan Antagonis : Orang tua
        - Wiwaran : -
        - Wirawati : -
        - Antiwirawan : -
    b. Tokoh bawahan
    a . Tokoh andalan : Tetangga

    b. Tokoh tambahan : -


    3. Latar

      Macam-macam latar di dalam sebuah cerita, diantaranya ada latar tempat, latar waktu, latar sosial, dan latar ruangan. Pada cerita “The Tell Tale Heart” ini juga terdapat beberapa latar, diantaranya:

    1.      Latar Tempat
     Latar tempat adalah dimana tempat kejadian utama dari keseluruhan cerita. Di dalam cerita ini latar utama dari keseluruhan cerita di dalam cerpen ini adalah di apartemen si orangtua yang dibunuh.

    2.      Latar Waktu
      Latar waktu adalah kronologis dari kronologis waktu cerita.
    Latar waktu pada cerita ini yaitu yang pertama tentang kasus pembunuhuan tepat pada pukul 12 malam. Kedua, pada saat tetangga dan polisi menghampiri tempat kejadian pembunuhan yaitu pukul 04.00 pagi.

    3.      Latar Sosial  
      Latar sosial adalah keterangan dari segi sosial para tokoh yang ada di dalam cerita.
     Pada cerita ini, narator hanya menyebutkan tokoh polisi saja yang terlihat, seperti apa pekerjaannya, sedangkan untuk tokoh narator sendiri dan orangtua itu tidak jelas.

     4.    Latar Ruangan
  Latar ruangan adalah penjelasan tentang tempat-tempat di dalam cerita yang di dalamnya terdapat sebuah peristiwa atau kejadian.
      Di dalam cerita ini terdapat dua latar ruangan yang sama, yaitu di dalam kamar orangtua.

a.    Selama tujuh hari si narator sering menyelinap ke dalam kamar orangtua yang dia benci karena dia ingin membunuhnya. Tepat pada malam ke delapan, disaat narator akan memutar lenteranya, tanpa disengaja tangan narator terpeleset ke tuas dan menghasilkan suara yang cukup keras sehingga membuat orangtua itu terbangun. Tidak lama dari itu si narator menjalankan aksinya yang sudah lama dia tunggu-tunggu, si narator membunuh orangtua itu dan memotong semua bagian tubuhnya lalu disembunyikan di bawah lantai yang beralaskan kayu.
b.      Pada saat pukul 04.00 datanglah seorang tetangga dan tiga polisi ke apartmen tempat kejadian pembunuhan itu berlangsung, lalu tetangga bercerita sedikit bahwa semalam dia mendengar suara teriakan yang cukup keras sehingga membuatnya lapor polisi karena takut terjadi apa-apa, tetapi dengan santainya narator mempersilahkan polisi masuk untuk menggeledah semua isi ruangannya dan ternyata tidao ada apa-apa. Akhirnya narator dan ketiga polisi itu malah ngobrol di ruangan temoat terjadinya pembunuhan, tetapi tidak lama dari itu narator merasa risi karena dia mendengar suara detak jantung orangtua yang sudah dia bunuh sejak malam, dan akhrinya naratorpun mengakui perbuatannya kepada para polisi.

4. TEMA
Tema dibagi menjadi 2 bagian, tema majir dan tema minor. Tema major adalah tema dari
keseluruhan cerita, sedangkan tema minor adalah tema dari setiap peristiwa.

1. Tema Major
Tidak stabilnya mental yang berpengaruh terhadap kegiatan.

2. Tema Minor
a. Keinginan untuk membunuh
b. Ketakutan yang selalu menghantui
c. Dilema
d. Jujur adalah jalan terbaik 

5. Simbol


Simbol dalam karya sastra memiliki arti sebuah teknik yang dapat digunakan oleh penulis
untuk menyembunyikan makna sebenarnya dari suatu ide abstrak yang ada di dalam
tulisan tersebut. Symbol juga dapat berbentuk, objek, tokoh, situasi dan yang lainnya.
Dalam cerpen The Tell Tale Heart terdapat beberapa symbol, diantaranya:

Tokoh:
1. Aku (Narator), simbol kebencian, ketekanan mental
2. Orang tua, simbol keegoisan, kesombongan
3. Tetangga, symbol keberanian
4. Polisi, symbol ketegasan, keberanian

Objek:
1. Mata orang tua, symbol kecurigaan

Situasi:
1. Suara jeritan tengah malam, symbol ketakutan dan meminta tolong
2. Muka mulai pucat saat ngobrol dengan polisi, symbol ketakutan, merasa berdosa, tidak nyaman.

6. Irony
Ironi adalah suatu hal yang diharapkan sesungguhnya terjadi. Ironi juga dibagi menjadi
tiga bagian yaitu, verbal irony,, irony of situation dan dramatic irony.

1.      Verbal Irony
a.  Pada saat pukul 04.00 pagi polisi datang ke rumah orang tua tersebut untuk memastikan telah terjadi kejadian apa. Polisi menanyakan orang tua tersebut kepada aku tetapi aku berbohong kepada polisi bahwa orang tua tersebut sedang tidak ada di rumah dan suara berisik tadi itu adalah aku sedang bermimpi.

2.      Irony of  Situation
a. Ketika aku mempunyai pikiran untuk membunuh orang tua tersebut dan langsung ambil tindakan. Ekspetasi saya, aku tidak akan berani untuk membunuh orang tua tersebut karena aku tidak sanggup untuk menatap mata orang tua itu.
b. Pada saat polisi mendatangi rumah orang tua tersebut dan aku berhasil membohongi polisi. Ekspetasi saya, aku dapat menyimpan rahasia besarnya karena polisi sudah dibohongi.

3.      Dramatic Irony
a. Pada saat polisi dating ke rumah orang tua itu dan polisi percaya bahwa jeritan semalam yang didengar oleh tetangganya adalah suara aku yang sedang mengigau dan percaya bahwa orang tua sedang tidak ada di rumah. Realitanya, bahwa telah terjadi pembunuhan di dalam rumah.


      7. Point of View (Sudut Pandang)
     
    Sudut Pandang atau point of view merupakan salah satu unsur intrinsic pada cerpen dengan syatu cara yang dilakukan oleh penulis dalam menempatkan dirinya dalam sebuah karya tulisnya.
      Lauren Perrine membagi sudut pandang menjadi 4, yaitu:
1.     Omniscient Point of View.
2.      Limited Omniscient Point of View.
3.      First Person Point of View.
4.      Objective Point of View.

    Dalam cerpen  The Tell Tale Hear, penulis menggunakan teknik First Point of View. Dapat dilihat dalam macam-macam pencerita menggunakan pencerita akuan, yang mana “aku” dijadikan sebagai pemeran utama dan banyak menjelaskan tentang kehidupan dirinya.


 8. Emotion (Emosi)
     Emosi/emotion adalah perasaan yang dialami oleh tokoh-tokoh pada cerita. terdapat beberapa emosi, diantaranya ada senang, sedih, kecewa, takut, cemas, dsb. 
    
     Emosi yang terdapat pada cerpen The Tale Tell Hear adalah:
    1.      Amarah
        Aku merasa marah terhadap lingkungan sekitarnya. Aku tidak dapat mengontrol emosinya, sehingga emosinya dapat menguasai aku dan mengakibatkan terbunuhnya orang tua.
    2.      Sedih
      Aku merasa sangat sedih karena perbuatannya kepada orang tua. Aku sadar sebenarnya aku sangat menyayangi orang tya itu tapi aku tak sanggup menatap mata orang tua itu yang seperti burung vulture.
    3.        Takut
         Aku ketakutan kepada tatapan mata orang tua yang disebut sebagai tatapan burung vulture. Tatapan mata orang tua itu seakan-akan tersimpan kemarahan dan kehcurigaan terhadap aku.
      Aku merasa ketakutan kalau polisi curiga kepadanya. Takut semua perbuatan buruknya diketahui oleh polisi.
4.      Kesal
       Aku merasa kesal kepada polisi yang sedang duduk santai setelah menggerebek rumah. Aku ingin sesegera mungkin polisi-polisi itu pergi dari rumahnya. Aku ketakutan karena takut polisi itu curiga. Akhirnya aku mengakui perbuatannya sendiri.
5. Curiga
       Tetangga memiliki kecurigaan tinggi kepada aku, karena semalam tetangga mendengar ada suara jeritan yang cukup keras dan khawatir bila terjadi apa-apa kepada orang tua.


9. Pesan Moral
   Pesan moral adalah pembelajaran yang dapat diambil dalam sebuah kejadian, baik itu buruk tau baik.

1.      Man against man
a.   “Saat tengah malam, rasa kecemasan narator terhadap orang tua yang terbangun itu telah habis “waktu orang tua itu telah habis!” dengan teriakan kerasnya dia memutar penuh tuas lenteranya dan melompat ke dalam ruangan dan orang tua itu menjerit tertahan, orang tua itu langsung diseret ke lantai dan narator mengangkat kasurnya yang berat dan membekap tubuh orang tua itu dan tidak lama orang tua itu mati. Tetapi narator masih memastikan apakah orang tua itu sudah benar-benar mati atau belum.
      Pesan moral: jangan menyimpan dendam kepada siapapun.

b.  “Narator mengajak para polisi untuk berkeliling apartment termasuk kamar dimana kejadian itu terjadi untuk menggeledah dengan teliti. Polisi memastikan bahwa memang benar tidak ada kejadian apapun di sini. Akhirnya narator pun berhasil meyakinkan para polisi itu dengan perilakunya yang santai dan tidak merasa berdosa.
      Pesan moral: jangan pantang menyerah.

2.      Man against himself
a. “Narator masih tidak tahu pasti sejak kapan ide itu muncul dalam benaknya dan langsung tertanam begitu saja di dalam otaknya. Narator selalu merasa ada yang menghantuinya sepanjang siang dan malam sehingga narator tidak dapat menolak untuk melakukannya.
    Pesan moral: apa yang terjadi pada diri kita tergantung dengan apa yang kita sugestikan.

b.  “Setelah para polisi selesai menggeledah dan ternyata tidak ada apa-apa, lalu narator pun mengajak ngobrol polisi dengan santai. Tidak lama kemudian narator merasa kepalanya sakit dan terdengar dengingan di telinganya yang narator rasa bahwa suara itu adalah suara degup jantung orang tua yang sudah dibunuhnya. Narator merasa kepalanya sakit dan wajahnya pun menjadi pucat berharap para polisi itu segera pergi dari tempatnya. Narator berjalan bolak-balik dengan langkah yang berat di tempatnya seakan ingin marah kepada pandangan para polisi itu dan sura itu semakin nyaring di dengarnya. Narator mulai meracau dan mengumpat karena suara itu semakin lama semakin nayring.
     Pesan moral: lebih baik jujur tentang apa yang sudah terjadi dari pada terus menerus berbohong akan merugikan diri sendiri.

3.      Man against environment
a. “Semua orang di lingkungan pekerjaannya menganggap narator gila karena penyakit aneh nya itu yang dapat mendengar suara dari mulai suara paling rendah dan narator pun merasa risih dengan anggapan orang-orang.
    Pesan moral: jika kita dapat mengendalikan diri kita maka semuanya akan baik-baik saja.













Komentar